Saturday, July 16, 2016

Bagaimana Agama, Budaya, dan Ipteks Bertemu

Jumat (15/7/2016) kemarin, Diskursus Salman kembali diadakan. Namun kali ini berbeda dengan beberapa hari sebelumnya. Pertemuan kali ini membicarakan kelanjutan akan kemana Diskursus Salman dibawa dan juga persoalan serta produk seperti apa yang akan menjadi output dari diskusi pekanan. Suasana obrolan di ruang GSS D Salman berlangsung cukup hangat. Di awali dengan paparan pendapat Alfathri, Armahedi, Yasraf Amir Piliang, Acep Iwan Saidi, dan banyak peserta diskursus yang lain. Saya juga sempat berpendapat untuk menimpali beberapa paparan dari pembicara sebelumnya.

Sudah sejak lama terjadi perdebatan apakah ada korelasi antara agama dan ipteks. Ada pendapat yang menyatakan bahwa agama (khususnya Islam) mengilhami para ilmuwan masa kejayaan Islam menemukan aneka penemuan ilmiah yang berkontribusi terhadap perkembangan saintek modern. Pendapat lain menyatakan bahwa perkembangan saintek yang begitu maju seperti saat ini adalah karena menempatkan agama terpisah dengan saintek modern. Pendapat terakhir ini mengemuka pasca Renaisance yang terjadi di Eropa dimana di masa kegelapan (dark age) sebelumnya pihak gereja melakukan tindakan brutal terhadap banyak ilmuwan yang berseberangan terhadap pendapat gereja.

Zaman sekarang hampir dipastikan merujuk pada perkembangan saintek modern dari Barat biarpun akhir-akhir ini banyak juga yang menyangkal saintek Barat itu sendiri khususnya terkait korelasi negatif antara ipteks dan kesejahteraan manusia. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa ipteks Barat telah mengubah peradaban dunia yang cukup signifikan. Di zaman informasi seperti sekarang penggunaan teknologi jelas tak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Mengutip pendapat Yasraf Amir Piliang kemarin, bahwa akan terasa ganjil jika definisi budaya saat ini tidak menggunaan kata “teknologi”. Oleh karenanya kata beliau, perlu adanya pendefinisian ulang terkait penjelasan manusia Indonesia dewasa ini.

Korelasi agama dan Ipteks juga antara agama dan budaya serta Ipteks dan Budaya menjadi pembicaraan hangat banyak kalangan. Tak jarang terjadi pendapat yang justru mengarah pada perdebatan yang tidak sehat alias debat kusir khsusunya di poin pertama (agama dan ipteks). Titik temu antara dua kubu (agama mengilhami saintek atau saintek terpisah dengan agama, dan seterusnya) hampir tidak pernah terjadi. Saintek masihlah terpisah sangat jauh dalam kebudayaan manusia Indonesia sehari-hari. Ia dipandang sebagai barang mewah yang letaknya hanya berada di seputaran kampus. Berbeda halnya dengan agama Islam khususnya yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat secara umum khususnya pedesaan. Ini tak lain karena Islam terlah berakulturasi dengan budaya setempat sejak masa yang sangat lama sebelum kolonial yang mengenalkan saintek kepada pribumi.

Melek Ipteks

Penguasaan Ipteks sangat diperlukan bagi suatu masyarakat yang ingin berkembang. Tinggal dipilih ipteks jenis apa yang memiliki dampak positif bagi masyarakat. Penguasaan ipteks ini sendiri tak sekedar menggelontorkan dana sekian triliun untuk riset namun yang lebih penting lagi bagaimana ipteks menjawab kebutuhan Negara. Pengembangan Ipteks di Indonesia tak melulu seperti Barat, India, atau China yang meriset perkembangan dunia angkasa luar dengan alat supercanggih. Ini tidak berarti Indonesia menutup mata akan perkembangan Ipteks di luar sana. Namun, bagaimana Ipteks menjadi semangat bersama segenap warga Indonesia. Hal inilah yang lebih penting.

Indonesia adalah negara dengan sebagian besar warganya adalah muslim. Maka dari sini perlu dicarikan jalan keluar untuk menginternalkan pembahasan ipteks dalam kajian-kajian agama. Bagaimana Ipteks  tak lagi sebagai lawan dari ajaran agama, namun justru perlu digalakkan bagaimana Islam menjadi panduan moral perkembangan Ipteks. Termasuk juga bagaimana pemanfaatan Ipteks mampu menjadikan kehidupan masyarakat lebih damai dan harmoni. Saya sampai sekarang masih berkesimpulan bahwa Perkembangan Ipteks tidak dihalang-halangi oleh ajaran agama, melainkan justru disempurnakan ke hakikat ipteks itu sendiri.

0 komentar: