Institut Teknologi Bandung (ITB) secara pribadi saya katakan
sebagai kampus yang cukup kaya dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Dulu saat
saya masuk ITB pada 2009, terdapat sekitar 80 unit aktif di kampus gajah ini.
Jenis unit ini beragam, mulai dari unit keagamaan, olahraga, kesenian, kajian,
dan sebagainya. Keramaian unit ini terletak tak hanya di Open House Unit (OHU) yang diadakan tiap
awal tahun ajaran, tetapi juga di kegiatan rutin seperti akhir pakan dan acara
besar unit. Di zaman saya, sulit rasanya menemukan mahasiswa ITB yang tidak
bergabung dengan unit satupun.
Seiring berjalannya waktu, unit-unit di ITB berkembang secara
jumlah. Unit-unit baru bermunculan. Lembaga Kemahasiswaan (LK) pun mengajukan
syarat bagi mahasiswa yang ingin mendirikan unit. Bertambahnya jumlah unit
berkorelasi positif dengan semakin meredupnya unit-unit lama yang sudah eksis
sekian tahun. Beberapa unit sulit mencari anggota baru. Periodesasi unit ada
bahkan yang harus diulur lebih dari setahun. Saya yakin ada unit yang hanya
tinggal nama, tanpa aktivitas rutin yang jelas.
Terjepit dan Dibiarkan
Dibangunnya beberapa gedung baru di ITB ternyata menghadirkan
tumbal bagi unit. Banyak unit-unit yang kehilangan sekre ‘historis’nya dan
harus menempati ruangan baru. Ada juga unit yang kehilangan massa
‘nongkrong’nya karena aksesnya terhambat akibat gedung baru. Tak hanya faktor
gedung, jam malam yang dibatasi sampai pukul 23.00 WIB dan juga jadwal ujian
bagi mahasiswa Tahap Persiapan Bersama (TPB) menjadi hari sabtu menambah derita
unit-unit untuk berkegiatan. Saya kira hanya mahasiswa ‘gila’ yang berulangkali
berkunjung ke sekrenya.
Keterjepitan ini seolah entah disadari atau tidak oleh para
aktivis unit. Dulu, kami para aktivis unit sempat protes ke pihak kampus atas
ditutupnya gerbang belakang, biarpun hasilnya negatif. Namun setelah itu saya
kira adem ayem saja. Saya kira para aktivis unit ini ingin mengungkapkan
kegelisahannya terkait kondisi unit mereka, namun mungkin mereka tidak tahu
harus bagaimana. Saya kira seharusnya kondisi demikian tidak akan terjadi jika
memang Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) ITB berjalan dengan semestinya. Unit-unit
ini letaknya berada dalam koordinasi Kabinet KM ITB (biarpun banyak juga yang
tidak peduli dengan hal ini), namun sayangnya Kabinet tidak bisa berbuat
banyak. Saat saya aktif di unit dulu, berkali-kali saya memberikan masukan ke
pihak Kabinet baik melalui Ketua Kabinet maupun bawahannya bahwa masalah
unit-unit ini harus dipecahkan dengan segera. Kabinet tidak perlu membuat aneka
kegiatan, tapi cukup mengkolaborasikan unit-unit yang ada. Unit yang sekarat
dibantu, unit yang berprestasi dipacu untuk tidak jago kandang. Realitanya
ternyata tidak demikian, Kabinet tak lebih hanya bisa memberikan ucapan
‘Selamat Ulang Tahun’ bagi unit. Wajar saja bila pasca 2013, Pemilu Raya
(Pemira) di ITB tak lagi menarik. Mahasiswa (khususnya yang aktif di unit)
tidak peduli dengan apa yyang dilakukan Kabinet. Sebagai contoh, saat Ketua
Kabinet di periode lalu hilang, respon mahasiswa ITB biasa saja. Sama sekali
tidak merasa bahwa Ketua Kabinet adalah representasi mahasiswa ITB.
Tidak Punya Daya Tawar
Berbagai kendala yang ada di atas ditambah sulitnya koordinasi
antarunit menjadikan tidak banyak unit yang mampu membuat kegiatan besar. Hanya
segelintir unit yang mampu mengadakan. Mereka umumnya berasal dari unit-unit
budaya. Sedangkan unit-unit dari rumpun lain umumnya hanya mengadakan aktivitas
rutin yang dapat hanya melibatkan anggota internalnya saja. Unit-unit ini
lambat laun menjadi kehilangan daya tawarnya. Anggota dari tahun ke tahun
menurun, kaderisasi pun mandeg. Mereka menjadi sukar mempromosikan unit mereka
ke mahasiswa baru.
Kemandegan ‘inovasi’ ini menjadi alasan banyak pihak untuk
membentuk kelompok/unit baru yang legal. Kondisi ini juga membuat banyak
mahasiswa untuk lebih beralih ke organisasi eksternal yang jaringannya meluas
secara nasional. Lihat saja sekarang, sejak 2014 banyak sekali organisasi
ekternal yang sudah ‘deklarasi’ di kampus ITB. Dulu perkembangannya secara
remang-remang, sekarang justru terang-terangan.
Menyikapi
Dulu saat saya aktif di salah satu unit kajian, pernah diajak dan
dibujuk salah satu organisasi eksternal untuk bergabung, namun saya tolak. Saya
juga pernah diceritai oleh salah satu ketua organisasi eksternal yang kebetulan
mahasiswa ITB. Kata mereka berdua, memang sulit mengajak mahasiswa ITB
bergabung dengan organisasi eksternal. Namun kondisi sekarang sepertinya
berbeda, organisasi eksternal semakin mengibarkan sayapnya di kampus ganesha.
Ada yang mulai bermertafosa dari unit, ada yang langsung. Kita mudah mendapati
keeksisan organisasi-organisasi ini dari tempelan poster pendaftaran anggota
baru di mading-mading yang disediakan kampus.
Saya kira berkembanganya organisasi-organisasi eksternal ini tidaklah
membuat kita kebakaran jenggot. Struktur kemahasiswaan ITB saya kira berubah. Sangat
naif jika kita mempertanyakan organ eksternal jika melihat realita organisasi
‘asli’ ITB yang lambat-laun semakin layu. Action
is overtaken, jadi biasa aja. Mungkin sikap yang lebih bijak adalah
menjadikan para organ eksternal ini menjadi partner dalam beraktivitas. Secara
pribadi saya sampaikan, selamat beraktivitas di kampus ganesha para aktivis
organisasi eksternal !
No comments:
Post a Comment