Tetiba saya ingin
menulis artikel singkat tertang cinta. Teringat obrolan saya dengan dosen sekitar
dua minggu lalu di Mandep. Istilah “cinta” jelas tidaklah asing bagi kita
khususnya para kaum muda. Berbagai tayangan mulai dari sinetron di layar kaca,
lagu-lagu, sampai dalam pergaulan sehari-hari, seringkali kata tersebut muncul.
Lantas, cinta itu apakah sebatas ungkapan perasaan antara dua anak manusia ?
Menarik untuk didiskusikan.
Banyak orang pinter
khususnya filosof yang mengartikan cinta dengan penjelasan panjang lebar dan
komprehensif. Saya disini akan membahas cinta hanya sebatas definisi yang saya
ungkapkan dengan sebuah ilustrasi. Sebelum membahas lebih jauh, perlu pembaca
ketahui bahwa dalam proses kepenulisan saya ini diiringi oleh musik klasik dari
piano. Nah, ini sedikit banyak mempengaruhi alur kepenulisan saya.
Cinta ≠ Memiliki
Ada pemuda A menyukai
pemudi B. Dalam periode T, dua manusia ini berkomunikasi intens setiap hari,
menonton di akhir pekan, dan saling balas antar ke tempat tinggal
masing-masing. Pengamat C mendefinisikan dua manusia ini sedang bercinta, sementara
pengamat D mendefinisikan pacaran. Disini sukar dibedakan apakah bercinta =
pacaran.
Suatu ketika, pemuda A
putus dengan pemudi B karena satu hal. Komunikasi intens, menonton tiap akhir
pakan, dan saling balas antar tidak terjadi lagi. Dua manusia ini beraktivitas
di dunianya masing-masing tanpa kelihatan saling intip. Biarpun demikian, pemudi
B ternyata tidak bisa menahan deras air matanya yang terus menerus keluar
setiap malam. Ini terjadi selama waktu T+1 sampai T’. Dalam rentang waktu itu
pula, pemuda A ternyata tak lupa dengan pemudi B. Dalam doanya kepada Tuhannya,
Ia tak pernah luput menyebut nama pemudi B. Biapun pemuda A sadar bahwa Ia yang
meminta putus pada pemudi B.
Suatu ketika, dalam
periode T’+1 secara tak sengaja dua manusia ini bertemu dalam suatu undangan
pernikahan. Tak ada komunikasi di antara keduanya. Diam, sepi. Pemuda A
memberanikan diri membuka percakapan, “Apa kabar?”. Pemudi B membalikkan muka
dan segera meninggalkan lokasi dimana keduanya dipertemukan.
Di suatu waktu T’’,
pemudi B menemukan seorang seorang pemuda E dan beberapa waktu kemudian keduanya
melangsungkan pernikahan. Dalam rentang waktu T sampai T’’, upaya pemudi B melupakan
bayang-bayang ingatan terhadap pemuda A berhasil. Ia tidak mengundang pemuda A
di hari pernikahannya dengan pemuda E. Biarpun demikian, pemuda A tetap hadir.
Ia memberikan kado istimewa kepada pemudi B. Tak terlihat kesedihan di mimik
pemuda A, justru senyum dan tawa bahagia yang terlihat. Sementara, pemudi B
justru meneteskan air matanya.
Adalah Cinta
Sampai pada waktu T”’,
pemuda A melangsungkan pernikahan dengan pemudi F. Dalam hari pernikahannya, Ia
mengundang pemudi B namun sayangnya tidak hadir. Kejadian ini tidak membuat
pemuda A lantas mencoret nama pemudi B dalam daftar kontak di ponselnya.
Ia tetap menunjukkan I’tikad untuk
bertamu di rumah pemudi B suatu saat. Seiring berjalannya waktu, aktivitas
rumah tangga ternyata membuat kedua keluarga ini hidup dalam duniannya
masing-masing. Kondisi ini tak lantas membuat pemuda A lupa atas pemudi B.
Setiap hari, sosok pemudi B selalu membayanginya. Ia sukar lupa. Berkali-kali
Ia bermimpi bertemu. Proses kontinyu ini membuat Tuhan mempertemukan keduanya
dalam sebuah reuni akbar almamater. Kedua keluarga ini bertemu. Dengan tanpa
rasa malu pemuda A menyapa pemudi B, “Apa kabar?”. Pemudi B dengan malu-malu
menjawab, “Baik”. Keduanya lantas bersalaman dan bercakap-cakap.
No comments:
Post a Comment