Pages - Menu

Tuesday, May 31, 2016

Bank BNI di Mata Saya

Tema : Loyalitas Terhadap BNI

Tujuh tahun yang lalu, tepatnya di bulan Agustus 2009 secara resmi saya menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Kampus ITB merupakan kampus idaman saya sejak kelas 2 Sekolah Menengah Atas (SMA). Ketika saya lakukan pendaftaran ulang di ITB, saya harus mengantri panjang sekali untuk menuntaskan berbagai tahapan administrasi. Satu dari sekian tahapan administrasi adalah mendapatkan Kartu Tanda Mahasiwa (KTM) yang menjadi identitas resmi mahasiswa ITB. KTM ini jelas sangat berarti bagi saya karena merupakan cerminan dari keluarga besar kampus gajah. Kartu ini begitu menarik karena dapat digunakan untuk bertransaksi di mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) disamping sebagai tanda pengenal. Ini adalah cikal-bakal saya mengenal lebih dekat Bank Keempat Terbesar di Indonesia, Bank Negara Indonesia (BNI).

Mulai saat itu, saya melakukan segala apapun transaksi seperti menyimpan atau mengambil uang di Bank ini. Di samping ATM, dari Bank ini ada fasilitas tabungan biarpun jarang saya gunakan. Paling sering yang saya gunakan adalah kartu ATM yang sekaligus KTM saya tersebut. Saya biasanya mengambil uang sedikit demi sedikit dengan nominal biasanya 100 ribu. Di awal bulan saat ayah saya belum lama transfer, biasanya saya sering memakai kartu ATM untuk untuk sekedar mengambil uang. Saking seringnya saya bolak-balik mesin ATM, warna biru di kartu saya memudar pertanda terlalu sering digunakan. Saya seringkali mengambil uang di mesin ATM kampus seperti halnya di Aula Timur ITB.

Mesin ATM di Aula Timur ITB
Kemudahan Akses

Pernah suatu saat kartu KTM saya hilang, maka saya harus segera urus di kantor rektorat ITB untuk diganti dengan yang baru. Sebelumnya, saya harus ke BNI untuk dilakukan pemblokiran dan ke Polisi setempat untuk dibuatkan berita kehilangan. Waktu pembuatan KTM baru cukup lama jika tidak salah sebulan lebih. Saat itu, saya hanya dapat bertransaksi melalui buku tabungan. Bagi saya yang sangat mobile, ini menjadikan saya kesulitan untuk sekedar mengambil uang pecahan 100 atau 50 ribuan. Saya hanya bertransaksi di Bank BNI, tidak ada Bank lain saat itu. Seingat saya, saya mengalami dua kali kehilangan kartu.

Saya kuliah S1 di jurusan Matematika selama lima tahun. Di saat itu pula, saya bertransaksi dengan Bank BNI juga lima tahun. Pada bulan Oktober 2014, saya diwisuda dari ITB dan disaat itulah kartu KTM yang berfungsi juga sebagai kartu ATM BNI terhenti. Waktu itu terdapat peluang saya untuk berpindah ke Bank lain. Namun, saya urungkan karena saya sangat nyaman bertransaksi dengan Bank ini. Selama lima tahun saya menabung di Bank ini tak ada kesulitan dan kendala yang berarti, saya lancar saja dalam mengambil, menyimpan, atau transfer uang melalui BNI. Setelah kartu KTM saya dilubangi sebagai tanda deaktivasi, saya beralih ke BNI Taplus. Posisi saya saat itu tak lagi mahasiswa melainkan sebagai warga biasa.

BNI Taplus milik saya

Selama saya bertransaksi di Bank BNI, sangat jarang terjadi kerusakan ATM. Akses ke ATM pun sangat mudah di dapatkan di daerah yang relatif terpencil sekalipun. Saya memiliki hobi mendaki gunung yang biasanya saya lakukan saat liburan akhir pekan atau libur panjang. Saya sering kali tidak memakai uang cash saat saya menuju ke lokasi. Saya jelas mengandalkan ATM BNI terdekat dengan lokasi pendakian. Mulai dari pendakian Cikurai dan Semeru 2013 silam, Guntur, Sumbing, dan Sindoro 2014 silam, Pangrango 2015 silam, dan Papandayan di bulan Maret lalu, saya sangat mudah mendapatkan ATM di lokasi terdekat objek-objek tersebut. Pernah suatu ketika saat akan mendaki ke Semeru, sisa uang saya di ATM tinggal belasan ribu jika tidak salah, sementara uang cash yang saya bawa di dompet tidak seberapa. Saya pun meminjam uang teman (yang tidak turut mendaki) sebesar 100 ribu dan janjinya akan ditransfer. Nah, sampai Kediri saya ketar-ketir apakah teman saya jadi kirim atau tidak. Saya cek di ATM ternyata belum. Walhasil, dengan bekal dan uang terbatas saya mendaki Semeru. Mulai dari Ranupani sampai ke tempat camping di Kalimati dan kembali ke Ranupani lagi, saya hanya bawa uang beberapa ribu saja. Konsekuensi dari hal ini, saya tidak bisa jajan layaknya teman pendaki lain. Saya harus benar-benar berhemat.  Saat turun gunung, saya benar-benar gelisah karena uang di kantong saya habis. Alhamdulillah-nya saat perjalanan pulang ke Lamongan (rumah saya) tepatnya di Malang Kota di kawasan stasiun lama, saya cek ATM dan uang kiriman teman sudah masuk. Saya pun lega. Lebih lega lagi setelah teman bilang, bahwa pinjaman saya tersebut dihibahkan.
 
Mesin ATM BNI di Tunnel ITB
Sementara itu di sekitar kampus saya, ATM BNI pun bertambah setelah dibukanya terowongan Tunnel yang menghubungkan ITB dengan Sarana Olahraga (Saraga) ITB. Karena saya parkir motor di kawasan Saraga dan sering menongkrong di Sunken Court (basecamp Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ITB tak jauh dari Tunnel), saya jadinya sering ambil uang ataupun melakukan transfer di ATM ini. Ini jelas sangat memudahkan, apalagi di saat sekarang mesin ATM bisa dipakai untuk membayar tiket kereta api, pesawat, pulsa, dan sebagainya. Tak hanya ATM, Kantor Cabang BNI yang ada di Aula Timur dan juga di Jalan Taman Sari (Kantor Cabang Perguruan Tinggi Bandung (PTB)) juga begitu memudahkan. Di awal semester, biasanya saya mengantri di Bank BNI Cabang PTB untuk membayar biaya pendidikan. Sampai sekarang, kampus saya mempercayakan sistem keuangannya di Bank ini.

Kantor Cabang Perguruan Tinggi Bandung di Jalan Tamansari
Tambah Layanan

Bulan Januari 2015, saya kembali menjalani dunia akademik setelah saya istirahat tiga bulan pasca lulus S1 pada Oktober tahun sebelumnya. Ternyata KTM S2 tidak lagi dapat dipakai sebagai kartu ATM. Biarpun demikian, transaksi sehari-hari saya tetap masih memakai ATM BNI Taplus yang saya buat sebelum wisuda sarjana tersebut. Saat itu saya memakai tambahan layanan transaksi dengan SMS report hasil transaksi. Ini sangat memudahkan saya untuk mengecek berapa banyak saldo di kartu ATM saya, apalagi saat S2 saya aktif bekerja biarpun freelance. Diperkenalkan pula kepada saya oleh pihak Bank layanan e-banking BNI, dan ini memudahkan sekali saya untuk memonitoring via internet, biarpun untuk aplikasi ini jarang saya gunakan.
Pergerakan harga saham BNI dalam tiga bulan terakhir
Belum lama ini sekitar bulan Maret lalu, saya ikut workshop trading saham di jurusan lama saya, Matematika ITB. Saya pun belajar bagaimana transaksi jual beli saham dan strateginya. Nah, di tahap awal saya bermain saham ini, saya membeli 3 lot saham BNI. Memang bermain saham tak mudah seperti menabung biasa, sangat dinamis sekali. Kemarin-kemarin saham BNI belum stabil, fluktuasinya relatif tinggi, namun akhir-akhir ini trend-nya kembali positif. Alasan saya membeli saham BNI adalah karena saya memakai jasa Bank ini, jadi untuk menumbuhkan rasa kepemilikan yang lebih besar saya terhadap Bank ini.

2 comments:

  1. Ajarin main saham dong Qul :D

    ReplyDelete
  2. tinggal praktik aja broh, kopdar lah ntar aku ceritain. Aku masi amatiran jadi harap dimaklum

    ReplyDelete