Thursday, September 19, 2013

Kemerdekaan Sekolah di dalam Pengajaran Matematika*

doc. google.com

Abad 21 menuntut setiap individu memiliki keunikan tersendiri. Mampu belajar hal baru adalah kompetensi yang tidak bisa ditawar jika ingin berkompetisi secara global. Matematika mengajarkan itu. Ia berperan dalam  menumbuhkan sikap percaya diri, gigih, mampu mengevaluasi, dan membuat keputusan bagi insan yang mempelajarinya dengan benar.

Hasil Trends in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) 2011 menunjukkan bahwa nilai rata-rata matematika siswa kelas VIII hanya 386 menempati urutan ke-38 dari 42 negara. Negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura berada di atas Indonesia. Singapura bahkan di urutan kedua dengan nilai rata-rata 611 (Kompas, 2012). Indikator tersebut bisa dijadikan rujukan bahwa ada ketidakberesan pengajaran matematika di sekolah kita selama ini.

Metode Klasik vs Discovery Method

Proses belajar mengajar matematika di kelas secara umum bersifat searah dan kaku. Murid masih diposisikan sebagai objek sedang guru subjek yang serbatahu. Konsepsi matematika sekedar diterangkan di depan kelas oleh guru kemudian murid mencatat. Guru kadangkala memberikan latihan soal yang harus dikerjakan murid. Matematika menjelma sebagai mata pelajaran yang menakutkan.

Metode Penemuan (discovery method) yang digagas oleh George Polya (1969) penulis rasa sebagai metode yang tepat untuk mengajarkan matematika di abad 21. Metode tersebut menuntut kreativitas murid dalam menemukan suatu rumusan masalah dalam matematika. Murid menjadi subjek sedang guru menjadi fasilitator.

Strategi Pembenahan

Metode diatas hanya dapat direalisasikan oleh sekolah yang merdeka ; kreatif dan dinamis. Interferensi pemerintah terhadap sekolah kecil. Pemerintah berposisi sebagai administrator alias penjaga rambu-rambu. Ia membebaskan setiap sekolah untuk berkreasi, tidak seperti kurikulum 2013 yang terlihat dipaksakan.

*Essay 250 kata ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Teori Belajar Matematika
  

0 komentar: