Saturday, February 13, 2016

Mahzab Ekonomi Inovasi PSY

Mahzab Ekonomi Inovasi PSY

Sore ini saya ngobrol panjang lebar dengan PSY dan Mas Andika di Mandep. Topik obrolan dari tesis sampai projek riset. Panjang lebar sekali sekitar tiga jam. PSY awalnya mengelaborasi topik tesis saya yakni terkait neoliberalisme dalam praktiknya dalam perekonomian di Indonesia. Beliau mengajukan studi kasus di Pelabuhan dan Bandara. Bagaimana tesis saya dapat menemukan praktik neoliberalisme di dua lokasi tersebut.

Hipotesis beliau bahwa praktik neoliberalisme lebih condong ke sektor udara dibandingkan laut. Indikasinya banyak investor yang lebih memilih sektor udara seperti halnya maskapai penerbangan. Sektor laut seperti  kapal dipandang tidak menarik salah satu alasannya adalah secara ekonomi tidak menguntungkan alias berbiaya mahal.

Diskusi kemudian berlanjut  ke konsep ekonomi. Beliau mengajukan pertanyaan masalah bangsa apa yang menjadi concern saya. Saya pun menjawab “ekonomi”. Lantas saya menjelaskan bahwa saya berbeda aliran dengan para ekonom yang ada. Kata saya “Mereka hanya mikirin untung-rugi doang”. Saya ceritakan concern saya selama ini bahwa saya ingin sekali orang-orang ITB dapat memanfaatkan resource untuk menciptakan peluang industri. Saya beri contoh bahwa mahasiswa SBM pun tidak distimulus untuk dapat menciptakan peluang bisnis yang ada di ITB. Sebagai contoh, mahasiswa elektro mungkin bisa bikin transistor, nah orang SBM harusnya masuk ke sana dan bisa menjual transistor tersebut ke pasar. Realitanya ternyata tidak demikian, mahasiswa SBM kelasnya sekedar bikin “kafe”.

Kata “industri” membikin diskusi melebar pada tataran model Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia. Merujuk pada kampus-kampus yang ada di Eropa bahwa di sana ada dua model PT yaitu universitas dan Politeknik. Lulusan program S3-nya pun dibedakan, PhD (Philosophy) dan Dr.Eng (engineering). Yang pertama lebih dititik tekankan pada basis keilmuan sedangkan yang kedua pada aspek aplikasi. Maka, lulusan Dr. Eng harus pernah mencicipi dunia industri. Di Indonesia dua konsep ini bias. Sebagai contoh, Polban lebih condong ke universitas sedangkan Polman lebih ke Politeknik. Ini kan aneh. Contoh lainnya, ITB dinamanya sudah jelas terpampang nama “Institut” namun ternyata koalisi dengan industri tak ada. Maka, ITB itu universitas namun berlabel institut.

PSY kemudian menjejali saya dengan beberapa pertanyaan sederhana seperti apakah belanja pemerintah di infrastruktur akan meningkatkan PDB?. Apa yang melandasimu yakin akan rumusan PDB, padahal dulu kan ada konsep produksi/kapita ?. Mengapa titik tekan pertumbuhan ekonomi ada pada konsumsi ? Bukannya roda perekonomian bertumpu pada kemampuan produksi sehingga pemerintah perlu untuk investasi ke sana ?. Kemampuan produksi di Indonesia saat ini sangat rendah. Ekonomi bisa tumbuh karena kemampuan produksinya ada pada perusahaan asing. Artinya dana R&D berasal dari penjualan barang-barang produksi mereka seperti halnya alat elektronik. Tidak peduli lokasi R&D di Indonesia, aliran dana tetap ke pihak asing. Harusnya orang-orang Indonesia distimulus untuk dapat memiliki kapasitas produksi, manfaat R&D nanti dirasakan oleh orang pribumi sendiri. Nah disini ideologi ekonomi PSY terlihat sekali berbeda dibandingkan dengan para ekonom mainstream.

PSY nampaknya tertarik dengan model ekonomi Iran dan China. Beliau mengajukan tesis bahwa kendali ekonomi tidak sepenuhnya pemerintah, bukan juga pasar. Pemerintah harus bisa bermitra dengan para swasta nasional yang memiliki kemampuan produksi. Beliau beberapa kali menyinggung “ekonomi inovasi”. Karena bersinggungan dengan politik negara, diskusi berlanjut ke kondisi politik dunia yang bergerak menuju Perang Dunia III. Topik bahasan pada kemudian terkait “ISIS”. Isunya Arab Saudi akan masuk menggempur Suriah dan Amerika berada dibaliknya. Ikutnya Saudi ke konflik ISIS dikhawatrikan akan menciptakan dampak yang sangat pelik di Suriah, mengingat Saudi adalah salah satu donator untuk pejuang ISIS. Tadi disinggung bahwa Saudi itu berkoalisi dengan Israel sedangkan secara politik Bashar Al Asad bersebrangan dengan Israel.

Jadi poros perekonomian dunia sudah tidak lagi berkiblat pada Amerika. Maka, yang sedang menjadi perbincangan dunia lebih ke tataran konsepsi pengganti neoliberal yang dulu di zaman SBY mendominasi. Ekonom mainstream terjabak di tataran itu aliran ekonomi model lama. Dibutuhkan pemikiran baru  praktik ekonomi dalam tataran negara termasuk Indonesia.

Diskusi malam ini membuka pandangan saya akan concern keilmuan saya di masa mendatang. Saya tertarik ke pemikiran ekonomi yang berbasis inovasi. Ada kemungkinan jenjang S3 yang saya ambil di tataran ekonomi politik. Tinggal mencari professor mana yang memiliki kajian terkait ekonomi inovasi. Nampaknya hidup di tataran keilmuan sangatlah menarik.

Selamat bermalam minggu !

0 komentar: