Tuesday, October 08, 2013

Minke dan Perlawanan

Minke tidak lain adalah Tirto Adhi Soerjo (T.A.S) (doc. google.com)

Siapa yang tidak tahu Minke ?. Sosok utama di balik Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Minke adalah pribumi yang mendapat didikan Eropa dari HBS (Hogere Burger School, sekolah lanjut tingkat menengah) Surabaya dan juga sekolah dokter, STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen), Batavia, biarpun tidak tamat. Namun, pendidikan Minke sejatinya bukan disana melainkan di kehidupan nyata, bumi manusia. Minke merasakan ketidakadilan pertama kali saat hidup bersama Nyai Ontosoroh, seorang wanita pribumi yang dijual Bapaknya untuk dijadikan pelengkap hidup seorang Belanda, Herman Mallema.  Ia bersama Nyai Ontosoroh melawan pengadilan hukum Hindia akibat dirampasnya anak kandung Nyai Ontosoroh sekaligus istri Minke, Annelies Mallema, ke keluarga Mallema yang bermukim di bumi Belanda akibat meninggalnya Herman Mallema. Selain Annelies, perusahaan besar di Wonocolo Surabaya hasil keringat Nyai pun dirampas hanya karena Nyai Ontosoroh bukanlah istri resmi dari seorang Herman Mallema. Pakar hukum telah didatangkan. Minke tak henti-hentinya menyuarakan propaganda untuk memihak Nyai Ontosoroh melalui media koran. Biarpun demikian, usahanya gagal. Perjuangan Minke selanjutnya saat Ia hijrah ke Betawi untuk sekolah di STOVIA. Minke gagal menjadi seorang dokter di tahun terakhir pendidikannya. Minke menjadi manusia bebas sebagai jurnalis sekaligus organisastor. Sjarekat Prijaji pun didirikan. Media Medan Prijaji juga. Lambat laun Sjarekat Prijaji pun mati, namun tidak dengan Medan Prijaji. Berawal dari terbit mingguan sebagai media konsultasi masalah hukum, menjelma menjadi harian dan lebih dikenal dengan sebutan "Medan". Tidak hanya konsultasi masalah hukum, juga tentang berbagai berita terkait Gubermen, pemerintah kolonial Belanda saat itu. Sjarekat Prijaji mati, Minke menginisiasi berdirinya Syarekat Dagang Islam (SDI). Organisasi ini mendapat hati rakyat. Rakyat berlomba-lomba masuk menjadi anggota.  SDI didaulat menjadi organisasi terbesar di Hindia dan mendapat perhatian dunia. Nama Minke semakin dikenal rakyat. "Medan" menjadi alat propaganda SDI. "Medan" semakin berani menggilas kebijakan Gubermen lewat tulisan pedasnya. SDI tak kalah berani dengan lakukan berbagai pemberontakan terhadap pabrik Gula. Minke sebagai otak organisasi dan "Medan" akhirnya diasingkan di Pulau Buru, Ambon, selama lima tahun. "Medan" pun akhirnya mati dan SDI tidak memiliki nyali untuk maju.

Setelah lima tahun mendekam di pengasingan, Minke pun dibebaskan biarpun masih dalam pengintaian dari pihak Gubermen. Kejayaan yang dialami Minke lima tahun lalu hilang begitu saja. Aset SDI dan juga Medan telah berpindahtangan. Lima tahun lalu, Minke, dikenal hampir semua manusia di bumi Hindia, pasca pengasingan, Ia bukanlah siapa-siapa lagi. Minke akhirnya hidup di rumah bekas pengurus SDI Betawi, Goenawan namanya. Minke sakit-sakitan, namun Ia tidak terlalu peduli. Ia ingin kembali melawan ketidakadilan kolonial atas aset SDI dan Medan. Namun, nasib tidak memihaknya. Minke akhirnya meninggal dunia sebab penyakit disentri yang dideritanya.

Belajar dari Minke


Uraian singkat dari perjuangan Minke diatas menggambarkan bahwa Minke adalah sosok yang sangat gigih untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa atas kolonial Belanda. Konsep bangsa pun digagas pertama kali oleh Minke lewat organisasi yang dibuatnya. Ia memakai Melayu sebagai bahasa resmi organisasi. Biarpun dari Jawa, Minke tidak lantas men-jawa-kan Hindia. Minke simbol keberanian pribumi yang disebut inlander oleh kolonial untuk memperjuangkan hak-hak-nya. Minke tidak segan untuk membuang kultur pengkastaan dalam masyarakat dan menggantinya dengan kultur Eropa yang menganggap bahwa setiap individu adalah sama. Minke tidak mendewakan Eropa, namun memakai kultur eropa untuk bergerak maju. Tegasnya, Minke menggunakan ilmu Eropa untuk melawan Eropa dari bumi Hindia. Optimisme untuk maju, keberanian melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak, dan kebersamaan dalam keberagaman merupakan nilai yang dapat kita tiru dari seorang Minke.

1 komentar:

sweeterthanwinter said...

nice post! Pram memang sastrawan Indonesia terbaik menurut saya. sejak zamannya hingga sekarang pun karyanya tidak mati. Keep writing