![]() |
Minke tidak lain adalah Tirto Adhi Soerjo (T.A.S) (doc. google.com) |
Siapa yang tidak tahu Minke ?.
Sosok utama di balik Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Minke adalah
pribumi yang mendapat didikan Eropa dari HBS (Hogere Burger School, sekolah lanjut tingkat menengah) Surabaya dan
juga sekolah dokter, STOVIA (School
tot Opleiding van Indische Artsen), Batavia, biarpun tidak tamat.
Namun, pendidikan Minke sejatinya bukan disana melainkan di kehidupan nyata,
bumi manusia. Minke merasakan ketidakadilan pertama kali saat hidup bersama
Nyai Ontosoroh, seorang wanita pribumi yang dijual Bapaknya untuk dijadikan
pelengkap hidup seorang Belanda, Herman Mallema. Ia bersama Nyai Ontosoroh melawan pengadilan
hukum Hindia akibat dirampasnya anak kandung Nyai Ontosoroh sekaligus istri
Minke, Annelies Mallema, ke keluarga Mallema yang bermukim di bumi Belanda akibat
meninggalnya Herman Mallema. Selain Annelies, perusahaan besar di Wonocolo
Surabaya hasil keringat Nyai pun dirampas hanya karena Nyai Ontosoroh bukanlah
istri resmi dari seorang Herman Mallema. Pakar hukum telah didatangkan. Minke
tak henti-hentinya menyuarakan propaganda untuk memihak Nyai Ontosoroh melalui
media koran. Biarpun demikian, usahanya gagal. Perjuangan Minke selanjutnya
saat Ia hijrah ke Betawi untuk sekolah di STOVIA. Minke gagal menjadi seorang
dokter di tahun terakhir pendidikannya. Minke menjadi manusia bebas sebagai
jurnalis sekaligus organisastor. Sjarekat
Prijaji pun didirikan. Media Medan
Prijaji juga. Lambat laun Sjarekat
Prijaji pun mati, namun tidak dengan Medan
Prijaji. Berawal dari terbit mingguan sebagai media konsultasi masalah
hukum, menjelma menjadi harian dan lebih dikenal dengan sebutan
"Medan". Tidak hanya konsultasi masalah hukum, juga tentang berbagai
berita terkait Gubermen, pemerintah kolonial Belanda saat itu. Sjarekat Prijaji mati, Minke
menginisiasi berdirinya Syarekat Dagang Islam (SDI). Organisasi ini mendapat
hati rakyat. Rakyat berlomba-lomba masuk menjadi anggota. SDI didaulat menjadi organisasi terbesar di
Hindia dan mendapat perhatian dunia. Nama Minke semakin dikenal rakyat.
"Medan" menjadi alat propaganda SDI. "Medan" semakin berani
menggilas kebijakan Gubermen lewat tulisan pedasnya. SDI tak kalah berani
dengan lakukan berbagai pemberontakan terhadap pabrik Gula. Minke sebagai otak
organisasi dan "Medan" akhirnya diasingkan di Pulau Buru, Ambon,
selama lima tahun. "Medan" pun akhirnya mati dan SDI tidak memiliki
nyali untuk maju.
Setelah lima tahun mendekam di
pengasingan, Minke pun dibebaskan biarpun masih dalam pengintaian dari pihak
Gubermen. Kejayaan yang dialami Minke lima tahun lalu hilang begitu saja. Aset
SDI dan juga Medan telah berpindahtangan. Lima tahun lalu, Minke, dikenal
hampir semua manusia di bumi Hindia, pasca pengasingan, Ia bukanlah siapa-siapa
lagi. Minke akhirnya hidup di rumah bekas pengurus SDI Betawi, Goenawan
namanya. Minke sakit-sakitan, namun Ia tidak terlalu peduli. Ia ingin kembali
melawan ketidakadilan kolonial atas aset SDI dan Medan. Namun, nasib tidak
memihaknya. Minke akhirnya meninggal dunia sebab penyakit disentri yang
dideritanya.
Belajar dari Minke
Uraian singkat dari perjuangan
Minke diatas menggambarkan bahwa Minke adalah sosok yang sangat gigih untuk
memperjuangkan kemerdekaan bangsa atas kolonial Belanda. Konsep bangsa pun
digagas pertama kali oleh Minke lewat organisasi yang dibuatnya. Ia memakai
Melayu sebagai bahasa resmi organisasi. Biarpun dari Jawa, Minke tidak lantas
men-jawa-kan Hindia. Minke simbol
keberanian pribumi yang disebut inlander
oleh kolonial untuk memperjuangkan hak-hak-nya. Minke tidak segan untuk
membuang kultur pengkastaan dalam masyarakat dan menggantinya dengan kultur
Eropa yang menganggap bahwa setiap individu adalah sama. Minke tidak mendewakan
Eropa, namun memakai kultur eropa untuk bergerak maju. Tegasnya, Minke
menggunakan ilmu Eropa untuk melawan Eropa dari bumi Hindia. Optimisme untuk
maju, keberanian melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak, dan kebersamaan
dalam keberagaman merupakan nilai yang dapat kita tiru dari seorang Minke.
1 komentar:
nice post! Pram memang sastrawan Indonesia terbaik menurut saya. sejak zamannya hingga sekarang pun karyanya tidak mati. Keep writing
Post a Comment