MWA-WM
Kita
Sudah sebulan statuta ITB telah disahkan Presiden
bersamaan dengan statuta UGM, UI, dan IPB. Melembaganya kembali Majelis Wali
Amanat (MWA) adalah konsekuensi logis dari disahkannya statuta. Komposisi
anggota MWA memang tertulis jelas di statuta, namun menurut sumber dari Ketua
Senat Akademik ITB, dibutuhkan sekurang-kurangnya dua bulan untuk membentuk
organ MWA berfungsi kembali.
Menurut Pasal 14
ayat 1 di statuta ITB yang telah
disahkan Presiden Oktober lalu bahwa MWA merupakan organ tertinggi yang
berfungsi menetapkan kebijakan umum ITB dan mengawasi pelaksanaannya. MWA
memiliki tugas dan wewenang yang besar dalam memberi corak pada ITB diantaranya
menetapkan peraturan ITB, mengesahkan rencana jangka panjang dan menengah,
serta rencana kerja dan anggaran tahunan yang diusulkan rektor, mengangkat dan
memberhentikan rektor, dan memutuskan penyelesaian masalah-masalah yang
bersifat kritis di ITB (Pasal 14 ayat 3). Tugas-tugas berat itulah yang
dibebankan kepada MWA yang diantara lima belas anggotanya adalah seorang wakil
mahasiswa (Pasal 15 ayat 1 (i)). Kita semua menyebut wakil mahasiswa di MWA
dengan MWA-Wakil Mahasiswa yang disingkat MWA-WM. Pada proses referendum KM ITB
pada Mei 2013 lalu, terpilihlah M. Derian Zachary (TM 09) sebagai MWA-WM.
![]() |
M. Derian Zachary (doc. mwa-wm.itb.ac.id) |
MWA-WM Sebagai
Amanat KM ITB
Mahasiswa ITB yang
berjumlah lebih dari sepuluh ribu orang termasuk mahasiswa S2 dan S3 ternyata
hanya diwakili seorang di lembaga MWA. Sungguh sangat tidak adil jika melihat
dari segi jumlah. Namun fakta berbicara demikian. Dalam Pemilu Raya (Pemira)
tahun ini tidak ada seorang pun yang mendaftar untuk menjadi kandidat MWA-WM
sehingga pada Pemira tersebut hanya dipilih Ketua Kabinet 2013/2014. Tsunami
masalah pun melanda di Pemira. Pemira pun gagal karena poin pelanggaran kedua
calon di atas ambang batas. Kedua calon didiskualifikasi. Karena vacuum of power inilah, Kongres KM ITB mengangkat Penanggung
Jawab Sementara (PJS) KM ITB sebanyak dua kali. Periodesasi berjalan terus.
Kabinet KM ITB akan senantiasa prematur jika terus-terusan di PJS-kan. Kongres
KM ITB akhirnya adakan referendum dengan satu syarat ; calon peserta referendum
harus menggandeng calon MWA-WM. Pada masa referendum ini, tercatat ada tiga
pasangan calon yang mendaftar namun hanya dua calon yang lolos administrasi.
Referendum berjalan dengan lancar. Terpilihlah M. Derian Zachary (TM 09)
sebagai MWA-WM.
Saat proses Pemira
dan juga referendum, status MWA sedang mengambang bahkan bisa dikatakan tidak
ada secara lembaga. Hal itu dikarenakan pembatalan UU No 9/2009 tentang Badan
Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pembatalan ini
menyebabkan PP No 61/1999 tentang penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan
Hukum tidak berlaku setelah dikeluarkannya PP No 7/2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan. Praktis status ITB menjadi PTN Pemerintah. ITB
bertanggung jawab langsung kepada pemerintah sebagai pemilik institusi. MWA pun
tidak ada. Sebenarnya jauh-jauh hari sebelum Pemira tepatnya saat Briliandaru
(EL 08) menjabat sebagai PJS MWA-WM, kondisi serupa terjadi. Bahkan Brili dalam
LPJ di akhir periode merekomendasikan untuk meniadakan MWA-WM atau tetap
mengadakan MWA-WM namun posisinya dipegang oleh Ketua Kabinet KM ITB. Evaluasi
Brili dimentahkan begitu saja oleh Kongres KM ITB. Nyatanya dalam Konsepsi KM
ITB Amandemen awal 2013 tetap mengadakan MWA-WM dan posisinya dipegang oleh
mahasiswa yang akan dipilih langsung di Pemira. Tegasnya secara kelembagaan MWA
tidak ada, namun Kongres KM ITB kekeuh
tetap akan mengangkat MWA-WM.
Peran Derian
Sebagai MWA-WM
Mengutip Konsepsi
KM ITB Amandemen awal 2013 bahwa tujuan diadakannya MWA-WM mencakup tiga hal. Pertama, Ikut berperan aktif, mewakili,
dan didukung aktif oleh seluruh mahasiswa ITB. Kedua, Sebagai penyalur perjuangan aspirasi mahasiswa yang legal
formal dan efektif. Ketiga, Sebagai
sumber kebijakan strategis ITB yang bermanfaat bagi pengembangan KM ITB, dan meningkatkan
daya tawar serta kemudahan birokrasi dalam advokasi permasalahan kemahasiswaan.
Ketiadaan lembaga MWA saat proses Referendum, memunculkan berbagai pertanyaan
massa kampus dan juga calon MWA-WM. Terutama pada beberapa arahan Kongres KM
ITB yang tidak akan bisa dijalankan. Praktis saat hearing, tidak adanya kompetisi diantara kedua calon. Bisa
dikatakan hearing di saat Referendum tersebut
merupakan ajang curhat dan serangan ke Kongres KM ITB.
Sayangnya hearing bukan tempatnya untuk
mengamandemen kembali konsepsi KM ITB. Kedua calon MWA-WM sepakat akan
menjalankan arahan Kongres KM ITB asalkan dengan negoisasi terlebih dahulu
dengan pihak terpilih naninya. Derian pun terpilih sebagai MWA-WM di proses
perhitungan suara. Ia unggul lebih dari 200 suara dari calon lainnya biarpun
lebih dari seribu pemilih memilih abstain
dalam pemilihan MWA-WM ini. Setelah terpilih, Derian pun membentuk tim yang
terdiri dari lima orang dengan komposisi
tiga orang dari mahasiswa ITB angkatan 2009 dan dua orang dari 2010.
Beberapa bulan setelah dilantik sebagai MWA-WM, statuta tak juga disahkan
Presiden. MWA-WM hanya bisa lakukan program kerja advokasi yang sejatinya bisa
dilakukan oleh kementerian Advokasi kabinet KM ITB. Karena hal ini dan ditambah
dengan kontrol yang rendah dari massa kampus atas keberjalanannya, MWA-WM alami
kelesuan dalam bergerak.
Disahkannya Statuta
Sebagai Momen
Terlepas dari
ketidakidealan, Derian tidak mundur sebagai MWA-WM. Hal ini mencerminkan bahwa
Derian siap akan menanggung amanah yang dibebankan massa kampus kepadanya.
Derian pastinya juga sanggup menerima kritikan dan masukan dari massa kampus
terlepas baunya sedap ataupun sengak. Sebagai
salah satu massa kampus, setidaknya saya akan menyampaikan beberapa masukan. Pertama, Derian seharusnya bersikap
dewasa atas kondisi MWA-WM saat ini. Ia seharusnya memprioritaskan MWA-WM
dibandingkan dengan amanah dan agenda lain. Derian tidak bisa andalkan Tim
MWA-WM untuk bergerak parsial sesuai bidangnya, namun Ia harus mengkomandoi dan
memberikan arahan Timnya dalam bergerak. Membiarkan MWA-WM diam adalah
ketidakbertanggungjawaban. Kedua,
Pemilihan Rektor (Pilrektor) sebagai agenda utama MWA-WM. Terlepas masih belum
melembaganya MWA sampai saat ini, Derian dapat mengawal keberjalanan pilrektor
yang rencananya akan dilangsungkan tahun depan. Derian harus mengambil peranan
terdepan mengawal agenda ini mulai dari hal yang sifatnya filosofis sampai
teknis. Hal ini dikarenakan link yang
dimiliki MWA-WM terhadap petinggi kampus cukup memadai dan juga melihat posisi
MWA-WM di KM ITB cukup superior. Ketiga, Disahkannya
statuta ITB oleh Presiden Oktober lalu menjadi titik MWA-WM dalam
mensistematiskan kiprahnya. Berita pengesahan ini seharusnya menjadi berita
gembira bagi Derian karena MWA akan melembaga kembali. Derian seharusnya
bergerak cepat dengan melakukan audiensi yang intens dengan pihak-pihak yang terkait dalam statuta maupun MWA
nantinya seperti rektor, perumus statuta, Ketua Senat Akademik, dan lainnya.
Derian seharusnya turut serta mengikuti perkembangan perumusan lembaga MWA oleh
pihak-pihak terkait. Dengan demikian, saat MWA sudah melembaga, suara Derian
akan lebih bisa didengar oleh anggota MWA lain yang didominasi golongan tua.
Derian akan diposisikan menjadi subjek bukan objek.
Selamatkan Suara Mahasiswa !
–
Jargon Derian saat hearing di Referendum
Mei lalu
Uruqul
Nadhif Dzakiy
Ketua
Majalah Ganesha ITB 2011/2012
0 komentar:
Post a Comment