Tuesday, November 19, 2013

Catatan Seorang Mahasiswa #Edisi2

MWA-WM Kita

Sudah sebulan statuta ITB telah disahkan Presiden bersamaan dengan statuta UGM, UI, dan IPB. Melembaganya kembali Majelis Wali Amanat (MWA) adalah konsekuensi logis dari disahkannya statuta. Komposisi anggota MWA memang tertulis jelas di statuta, namun menurut sumber dari Ketua Senat Akademik ITB, dibutuhkan sekurang-kurangnya dua bulan untuk membentuk organ MWA berfungsi kembali.

Menurut Pasal 14 ayat 1 di statuta  ITB yang telah disahkan Presiden Oktober lalu bahwa MWA merupakan organ tertinggi yang berfungsi menetapkan kebijakan umum ITB dan mengawasi pelaksanaannya. MWA memiliki tugas dan wewenang yang besar dalam memberi corak pada ITB diantaranya menetapkan peraturan ITB, mengesahkan rencana jangka panjang dan menengah, serta rencana kerja dan anggaran tahunan yang diusulkan rektor, mengangkat dan memberhentikan rektor, dan memutuskan penyelesaian masalah-masalah yang bersifat kritis di ITB (Pasal 14 ayat 3). Tugas-tugas berat itulah yang dibebankan kepada MWA yang diantara lima belas anggotanya adalah seorang wakil mahasiswa (Pasal 15 ayat 1 (i)). Kita semua menyebut wakil mahasiswa di MWA dengan MWA-Wakil Mahasiswa yang disingkat MWA-WM. Pada proses referendum KM ITB pada Mei 2013 lalu, terpilihlah M. Derian Zachary (TM 09) sebagai MWA-WM.
M. Derian Zachary (doc. mwa-wm.itb.ac.id)
MWA-WM Sebagai Amanat KM ITB

Mahasiswa ITB yang berjumlah lebih dari sepuluh ribu orang termasuk mahasiswa S2 dan S3 ternyata hanya diwakili seorang di lembaga MWA. Sungguh sangat tidak adil jika melihat dari segi jumlah. Namun fakta berbicara demikian. Dalam Pemilu Raya (Pemira) tahun ini tidak ada seorang pun yang mendaftar untuk menjadi kandidat MWA-WM sehingga pada Pemira tersebut hanya dipilih Ketua Kabinet 2013/2014. Tsunami masalah pun melanda di Pemira. Pemira pun gagal karena poin pelanggaran kedua calon di atas ambang batas. Kedua calon didiskualifikasi. Karena vacuum of power inilah, Kongres KM ITB mengangkat Penanggung Jawab Sementara (PJS) KM ITB sebanyak dua kali. Periodesasi berjalan terus. Kabinet KM ITB akan senantiasa prematur jika terus-terusan di PJS-kan. Kongres KM ITB akhirnya adakan referendum dengan satu syarat ; calon peserta referendum harus menggandeng calon MWA-WM. Pada masa referendum ini, tercatat ada tiga pasangan calon yang mendaftar namun hanya dua calon yang lolos administrasi. Referendum berjalan dengan lancar. Terpilihlah M. Derian Zachary (TM 09) sebagai MWA-WM.

Saat proses Pemira dan juga referendum, status MWA sedang mengambang bahkan bisa dikatakan tidak ada secara lembaga. Hal itu dikarenakan pembatalan UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pembatalan ini menyebabkan PP No 61/1999 tentang penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum tidak berlaku setelah dikeluarkannya PP No 7/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Praktis status ITB menjadi PTN Pemerintah. ITB bertanggung jawab langsung kepada pemerintah sebagai pemilik institusi. MWA pun tidak ada. Sebenarnya jauh-jauh hari sebelum Pemira tepatnya saat Briliandaru (EL 08) menjabat sebagai PJS MWA-WM, kondisi serupa terjadi. Bahkan Brili dalam LPJ di akhir periode merekomendasikan untuk meniadakan MWA-WM atau tetap mengadakan MWA-WM namun posisinya dipegang oleh Ketua Kabinet KM ITB. Evaluasi Brili dimentahkan begitu saja oleh Kongres KM ITB. Nyatanya dalam Konsepsi KM ITB Amandemen awal 2013 tetap mengadakan MWA-WM dan posisinya dipegang oleh mahasiswa yang akan dipilih langsung di Pemira. Tegasnya secara kelembagaan MWA tidak ada, namun Kongres KM ITB kekeuh tetap akan mengangkat MWA-WM.

Peran Derian Sebagai MWA-WM

Mengutip Konsepsi KM ITB Amandemen awal 2013 bahwa tujuan diadakannya MWA-WM mencakup tiga hal. Pertama, Ikut berperan aktif, mewakili, dan didukung aktif oleh seluruh mahasiswa ITB. Kedua, Sebagai penyalur perjuangan aspirasi mahasiswa yang legal formal dan efektif. Ketiga, Sebagai sumber kebijakan strategis ITB yang bermanfaat bagi pengembangan KM ITB, dan meningkatkan daya tawar serta kemudahan birokrasi dalam advokasi permasalahan kemahasiswaan. Ketiadaan lembaga MWA saat proses Referendum, memunculkan berbagai pertanyaan massa kampus dan juga calon MWA-WM. Terutama pada beberapa arahan Kongres KM ITB yang tidak akan bisa dijalankan. Praktis saat hearing, tidak adanya kompetisi diantara kedua calon. Bisa dikatakan hearing di saat Referendum tersebut merupakan ajang curhat dan serangan ke Kongres KM ITB.

Sayangnya hearing bukan tempatnya untuk mengamandemen kembali konsepsi KM ITB. Kedua calon MWA-WM sepakat akan menjalankan arahan Kongres KM ITB asalkan dengan negoisasi terlebih dahulu dengan pihak terpilih naninya. Derian pun terpilih sebagai MWA-WM di proses perhitungan suara. Ia unggul lebih dari 200 suara dari calon lainnya biarpun lebih dari seribu pemilih memilih abstain dalam pemilihan MWA-WM ini. Setelah terpilih, Derian pun membentuk tim yang terdiri dari lima orang dengan komposisi  tiga orang dari mahasiswa ITB angkatan 2009 dan dua orang dari 2010. Beberapa bulan setelah dilantik sebagai MWA-WM, statuta tak juga disahkan Presiden. MWA-WM hanya bisa lakukan program kerja advokasi yang sejatinya bisa dilakukan oleh kementerian Advokasi kabinet KM ITB. Karena hal ini dan ditambah dengan kontrol yang rendah dari massa kampus atas keberjalanannya, MWA-WM alami kelesuan dalam bergerak.

Disahkannya Statuta Sebagai Momen

Terlepas dari ketidakidealan, Derian tidak mundur sebagai MWA-WM. Hal ini mencerminkan bahwa Derian siap akan menanggung amanah yang dibebankan massa kampus kepadanya. Derian pastinya juga sanggup menerima kritikan dan masukan dari massa kampus terlepas baunya sedap ataupun sengak. Sebagai salah satu massa kampus, setidaknya saya akan menyampaikan beberapa masukan. Pertama, Derian seharusnya bersikap dewasa atas kondisi MWA-WM saat ini. Ia seharusnya memprioritaskan MWA-WM dibandingkan dengan amanah dan agenda lain. Derian tidak bisa andalkan Tim MWA-WM untuk bergerak parsial sesuai bidangnya, namun Ia harus mengkomandoi dan memberikan arahan Timnya dalam bergerak. Membiarkan MWA-WM diam adalah ketidakbertanggungjawaban. Kedua, Pemilihan Rektor (Pilrektor) sebagai agenda utama MWA-WM. Terlepas masih belum melembaganya MWA sampai saat ini, Derian dapat mengawal keberjalanan pilrektor yang rencananya akan dilangsungkan tahun depan. Derian harus mengambil peranan terdepan mengawal agenda ini mulai dari hal yang sifatnya filosofis sampai teknis. Hal ini dikarenakan link yang dimiliki MWA-WM terhadap petinggi kampus cukup memadai dan juga melihat posisi MWA-WM di KM ITB cukup superior. Ketiga, Disahkannya statuta ITB oleh Presiden Oktober lalu menjadi titik MWA-WM dalam mensistematiskan kiprahnya. Berita pengesahan ini seharusnya menjadi berita gembira bagi Derian karena MWA akan melembaga kembali. Derian seharusnya bergerak cepat dengan melakukan audiensi yang intens dengan pihak-pihak yang terkait dalam statuta maupun MWA nantinya seperti rektor, perumus statuta, Ketua Senat Akademik, dan lainnya. Derian seharusnya turut serta mengikuti perkembangan perumusan lembaga MWA oleh pihak-pihak terkait. Dengan demikian, saat MWA sudah melembaga, suara Derian akan lebih bisa didengar oleh anggota MWA lain yang didominasi golongan tua. Derian akan diposisikan menjadi subjek bukan objek.

Selamatkan Suara Mahasiswa !
– Jargon Derian saat hearing di Referendum Mei lalu



Uruqul Nadhif Dzakiy
Ketua Majalah Ganesha ITB 2011/2012

0 komentar: