Sunday, November 10, 2013

Menjadi Pahlawan

Menjadi Pahlawan

Sejarawan Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, mengungkapkan bahwa sejak pengukuhan pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno pada tahun 1959 sampai kini terdapat 156 anak bangsa yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Dua belas orang diantaranya perempuan.Terdapat seorang dari Etnis Thionghoa yakni John Lie. Tidak terdapat satupun dari etnis Arab biarpun AR Baswedan telah diusulkan sejak beberapa waktu silam. Kalangan polisi hanya diwakili seorang yakni Karel Sasuit Tubun.

Jika kita rata-rata, tiap tahun terdapat tiga anak bangsa yang diangkat presiden menjadi seorang pahlawan nasional. Jumlah yang sangat sedikit jika melihat jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 Juta. Artinya, seorang pahlawan mewakili lebih dari 80 Juta penduduk. Tidak salah jika kita menyebut pahlawan nasional merupakan predikat yang sangat terhormat.

Menurut Kementerian Sosial dari website resminya www.kemsos.go.id bahwa pengangkatan pahlawan nasional melalui proses pengajuan terlebih dahulu oleh masyarakat. Prosesnya sangat panjang. Oleh karenanya, presiden tidak bisa seenaknya mengangkat seseorang menjadi pahlawan nasional. Predikat pahlawan nasional merupakan gelar tertinggi bagi anak bangsa. Di bawah gelar ini terdapat presiden (14 tanda jasa) dan wakil presiden (7 tanda jasa). Hanya Soekarno yang menjabat presiden sekaligus menyandang gelar pahlawan nasional.

Mengkampanyekan Pahlawan

Apa yang dapat kita ambil dari para pahlawan nasional ? Keteladanan. Kita tangkap api semangat perjuangan mereka melawan penjajah. Api semangat mereka mempertahankan keutuhan bangsa. Mereka adalah teladan kita dalam mencintai sebuah bangsa yang besar ini. Namun sejauh ini, ke 156 pahlawan nasional tersebut tidak semuanya diperkenalkan oleh pemerintah kepada kita. Buku-buku sejarah di sekolah hanya memuat sebagian kecil dari mereka. Hal itu ditambah dengan pengajaran sejarah di sekolah yang hanya menitikberatkan pada tahun, nama tokoh dan lainnya. Bukan pada nilai yang bisa diambil oleh seorang anak bangsa. Kita yang sudah melek sejarah, hanya bisa mencari referensi sendiri. Kendalanya sering kali ditemukan ketiadaan referensi pada beberapa pahlawan nasional. Dokumentasi kita terutama dalam hal literasi memang sangat rendah. Sejauh ini yang penulis tahu, Cornell University dan Leiden University  terdepan mengumpulkan lembaran sejarah bangsa Indonesia. Lembaga riset kita ketinggalan jauh.

Lukisan foto Bung Tomo. salah satu pahlawan nasional
(doc. google.com)
Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah (JAS Merah) adalah pesan Bung Karno kepada semua anak bangsa. Pesan Bung Karno tersebut tidaklah tanpa alasan. Bung Karno faham betul bahwa bangsa yang besar ditopang dengan sejarah bangsa yang paripurna. Sejarah adalah cermin kita dalam melangkah. Tanpa sejarah kita akan kehilangan pegangan. Sejauh ini pesan Bung Karno tersebut hanya merupakan slogan. Realisasinya masih setengah-setengah oleh pemerintah. Materi pelajaran sejarah di kelas tidak jauh beda dengan saat rezim Orde Baru yang sarat akan rekayasa. Kiprah pahlawan nasional seharusnya dikampanyekan oleh pemerintah baik melalui penciptaaan buku atau lainnya. Sangat disayangkan bahwa penghargaan pahlawan nasional terhenti saat prosesi seremoni. Anak-anak muda saat ini banyak yang kehilangan figur, kehilangan sosok. Mereka butuh teladan. Pahlawan nasional adalah jawabannya. Pemerintah harus segera menangkap kondisi ini.

Menjadi Pahlawan

Pahlawan dalam masa penjajahan adalah mereka yang berjuang mengusir dan melawan penjajah. Namun, di saat damai seperti saat ini pahlawan mewujud dalam berbagai hal. Para atlet yang berkompetisi di berbagai cabang olahraga adalah pahlawan. Para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengais rizki di negara lain adalah pahlawan. Para negarawan yang memperjuangkan kemajuan bangsa adalah pahlawan. Para guru yang mencerdaskan anak bangsa adalah pahlawan. Para ilmuwan yang berkutat di labolatorium adalah pahlawan. Mereka semua yang mendedikasikan diri mereka untuk bangsa dan negara adalah pahlawan. Penyematan tanda sebagai pahlawan tidaklah penting. Justru yang terpenting adalah kerelaan untuk berkorban. Kerelaan untuk menjadi manusia yang bermanfaat buat manusia yang lain. Oleh karenanya, tidak ada kata tidak mampu menjadi pahlawan. 

                                                                                                             Uruqul Nadhif Dzakiy
Mahasiswa Matematika ITB

0 komentar: