Menjadi
Pahlawan
Sejarawan Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi
Warman Adam, mengungkapkan bahwa sejak pengukuhan pahlawan nasional oleh
Presiden Soekarno pada tahun 1959 sampai kini terdapat 156 anak bangsa yang
ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Dua belas orang diantaranya
perempuan.Terdapat seorang dari Etnis Thionghoa yakni John Lie. Tidak terdapat
satupun dari etnis Arab biarpun AR Baswedan telah diusulkan sejak beberapa
waktu silam. Kalangan polisi hanya diwakili seorang yakni Karel Sasuit Tubun.
Jika kita
rata-rata, tiap tahun terdapat tiga anak bangsa yang diangkat presiden menjadi
seorang pahlawan nasional. Jumlah yang sangat sedikit jika melihat jumlah
penduduk Indonesia sekitar 250 Juta. Artinya, seorang pahlawan mewakili lebih dari
80 Juta penduduk. Tidak salah jika kita menyebut pahlawan nasional merupakan
predikat yang sangat terhormat.
Menurut Kementerian
Sosial dari website resminya www.kemsos.go.id bahwa pengangkatan
pahlawan nasional melalui proses pengajuan terlebih dahulu oleh masyarakat.
Prosesnya sangat panjang. Oleh karenanya, presiden tidak bisa seenaknya
mengangkat seseorang menjadi pahlawan nasional. Predikat pahlawan nasional
merupakan gelar tertinggi bagi anak bangsa. Di bawah gelar ini terdapat
presiden (14 tanda jasa) dan wakil presiden (7 tanda jasa). Hanya Soekarno yang
menjabat presiden sekaligus menyandang gelar pahlawan nasional.
Mengkampanyekan
Pahlawan
Apa yang dapat kita
ambil dari para pahlawan nasional ? Keteladanan. Kita tangkap api semangat
perjuangan mereka melawan penjajah. Api semangat mereka mempertahankan keutuhan
bangsa. Mereka adalah teladan kita dalam mencintai sebuah bangsa yang besar
ini. Namun sejauh ini, ke 156 pahlawan nasional tersebut tidak semuanya diperkenalkan
oleh pemerintah kepada kita. Buku-buku sejarah di sekolah hanya memuat sebagian
kecil dari mereka. Hal itu ditambah dengan pengajaran sejarah di sekolah yang
hanya menitikberatkan pada tahun, nama tokoh dan lainnya. Bukan pada nilai yang
bisa diambil oleh seorang anak bangsa. Kita yang sudah melek sejarah, hanya bisa mencari referensi sendiri. Kendalanya
sering kali ditemukan ketiadaan referensi pada beberapa pahlawan nasional.
Dokumentasi kita terutama dalam hal literasi memang sangat rendah. Sejauh ini
yang penulis tahu, Cornell University
dan Leiden University terdepan mengumpulkan lembaran sejarah bangsa
Indonesia. Lembaga riset kita ketinggalan jauh.
![]() |
Lukisan foto Bung Tomo. salah satu pahlawan nasional (doc. google.com) |
Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah (JAS Merah) adalah pesan Bung Karno kepada semua anak bangsa. Pesan Bung Karno tersebut
tidaklah tanpa alasan. Bung Karno faham betul bahwa bangsa yang besar ditopang
dengan sejarah bangsa yang paripurna. Sejarah adalah cermin kita dalam
melangkah. Tanpa sejarah kita akan kehilangan pegangan. Sejauh ini pesan Bung
Karno tersebut hanya merupakan slogan. Realisasinya masih setengah-setengah
oleh pemerintah. Materi pelajaran sejarah di kelas tidak jauh beda dengan saat
rezim Orde Baru yang sarat akan rekayasa. Kiprah pahlawan nasional seharusnya
dikampanyekan oleh pemerintah baik melalui penciptaaan buku atau lainnya.
Sangat disayangkan bahwa penghargaan pahlawan nasional terhenti saat prosesi
seremoni. Anak-anak muda saat ini banyak yang kehilangan figur, kehilangan
sosok. Mereka butuh teladan. Pahlawan nasional adalah jawabannya. Pemerintah
harus segera menangkap kondisi ini.
Menjadi Pahlawan
Pahlawan dalam masa
penjajahan adalah mereka yang berjuang mengusir dan melawan penjajah. Namun, di
saat damai seperti saat ini pahlawan mewujud dalam berbagai hal. Para atlet
yang berkompetisi di berbagai cabang olahraga adalah pahlawan. Para Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) yang mengais rizki di negara lain adalah pahlawan. Para negarawan
yang memperjuangkan kemajuan bangsa adalah pahlawan. Para guru yang
mencerdaskan anak bangsa adalah pahlawan. Para ilmuwan yang berkutat di
labolatorium adalah pahlawan. Mereka semua yang mendedikasikan diri mereka
untuk bangsa dan negara adalah pahlawan. Penyematan tanda sebagai pahlawan
tidaklah penting. Justru yang terpenting adalah kerelaan untuk berkorban.
Kerelaan untuk menjadi manusia yang bermanfaat buat manusia yang lain. Oleh
karenanya, tidak ada kata tidak mampu menjadi pahlawan.
Uruqul Nadhif
Dzakiy
Mahasiswa
Matematika ITB
0 komentar:
Post a Comment